Ngusaba Dimel (Usaba Dodol) di Desa Pakraman Selat
Kecamatan Selat menyuguhkan peragaan
rangkaian ritual Upacara Ngusaba di Mel/Carik. Tahapannya setelah usai
upacara Usaba Gede yang dilaksanakan di Pura Besakih yang lazim
disebut Ngusaba Besakih. Setelah itu barulah Desa Pakraman Selat memulai
upacara ngusaba di Mel atau yang disebut
dengan Ngusaba Dodol. Seluruh upacaranya diawali dengan rangkaian Upacara Ngepitu. Upacara tersebut bertujuan memohon kepada Ida Bhatara Sakti Gunung Agung, bahwasannya seluruh krama Desa Selat akan siap menyongsong pelaksanaan Usaba di Mel. Kemudian dilanjutkan dengan Upacara Nyaga Nyungsung, upacara ini bermakna ngaturang piuning (memberitahukan) kehadapan Tuhan bahwa krama yang memiliki kegiatan/mata pencaharian sebagai petani, di sawah, kebun dan usaha lainnya siap untuk mulai bekerja dan tetap memohon wara nugraha.
dengan Ngusaba Dodol. Seluruh upacaranya diawali dengan rangkaian Upacara Ngepitu. Upacara tersebut bertujuan memohon kepada Ida Bhatara Sakti Gunung Agung, bahwasannya seluruh krama Desa Selat akan siap menyongsong pelaksanaan Usaba di Mel. Kemudian dilanjutkan dengan Upacara Nyaga Nyungsung, upacara ini bermakna ngaturang piuning (memberitahukan) kehadapan Tuhan bahwa krama yang memiliki kegiatan/mata pencaharian sebagai petani, di sawah, kebun dan usaha lainnya siap untuk mulai bekerja dan tetap memohon wara nugraha.
Upacara berikutnya adalah Nguit
Toya, upacara ini bermakna ngaturang angayu bagia (syukur) dan
memohon agar semua kegiatan yang digelar memperoleh kesuburan dengan memperoleh
air, sinar dan memperoleh kebaikan serta keselamatan. Dilanjutkan dengan Upacara
Meboros/Medugul dengan sarana bodag jaring bermakna bahwa memohon wara
nugraha (anugerah) kehadapan Tuhan agar semua yang ditanam di sawah maupun
di kebun, mulai dari menanam, memelihara, sampai dengan memanen tidak diserang
oleh hama penyakit.
Sementara tradisi yang juga
diwariskan oleh leluhur di Desa Selat berlangsung rutin setiap akan menyongsong
upacara usaba di Mel adalah Tradisi Ngoncang dengan menggunakan sarana
kulkul dari bambu. Tradisi ini merupakan kegiatan/pergelaran kesenian yang
dilaksanakan oleh masing-masing banjar adat di wilayah Desa Pakraman Selat
yaitu dengan saling tukar pergelaran di setiap banjar atau saling mengunjungi
dengan menampilkan kesenian-kesenian atau pergelaran kreasi seni. Makna dari ngoncang
tersebut adalah bertujuan untuk menyampaikan rasa terima kasih kehadapan Ida
Sanghyang Widi agar diberikan kesuburan dari hasil pertanian di sawah atau di
tegalan sehingga hasil bumi meningkat. Tradisi ngoncang ini merupakan luapan
kegembiaraan bagi para petani.
Kegiatan tersebut berlangsung selama
12 hari, dan kesibukan di masing-masing rumah warga sudah mulai terlihat dengan
seperti ada pemasangan tenge. Sarana yang dipakai membuat tenge
ini adalah daun aba yang ditulisi gambar-gambar seram seperti Bhuta
Kala, daun bambu, daun gegirang, dijadikan satu (diikat) yang akan dipasang
pada bangunan dan pintu masuk rumah sebelah kiri. Tengen digambar dengan
wujud Bhuta Kala yang terpasang di pekarangan dimohonkan untuk berkumpul ke
Bale Agung akan diberikan lelabaan sehingga Bhuta Kala agar tidak mengganggu
perayaan usaba di Mel (Usaba Dodol) ini. Katanya Tenge ini tidak dapat
ditampilkan karena kesakralannya.
Dilanjutkan lagi rangkaian menyongsong usaba di Mel adalah Upacara
Petabuhan yaitu upacara yang maknanya adalah agar diberikan keseimbangan
antara alam makrokosmos (bhuana agung) dengan mikrokosmos
(bhuana alit). Pada saat inilah dilaksanakan Pagelaran Siat Sarang
menggunakan bahan sesarang dari daun enau yang dianyam dan dipakai alas
untuk membuat jajan khas jaja uli Desa Selat. Sarang itu adalah tempat
mengumpulkan Tenge yang telah dipasang sehari sebelum upacara petabuhan
ini.
Setelah Tenge dikumpulkan yang
ditempatkan pada sarang lalu diupacarai dengan segehan di depan rumah/pintu
gerbang/lebuh dilengkapi dengan api takep dari serabut kelapa yang
ditakep berbentuk Swastika. Sarang inilah yang digunakan untuk melakukan siat
(perang) sarang dengan makna memerangi segala sifat dan prilaku menyerupai
bhuta kala dan juga dapat mengusir atau menyomiakan bhuta kala dari
masing-masing rumah tangga agar mau datang ke Bale Agung untuk caru penyomia
(kata-katanya: pesu-pesu ke bale agung ngalih tulang dedungkul) sasapan
pada waktu ngayabang upacara cari di masing-masing rumah tangga. Selanjutnya
semua mamulat sarira (introspeksi) dan siap menyatukan pikiran untuk
mempersiapkan melaksanakan usaba di Mel. Upacara diakhiri dengan membunyikan
atau nyuarayang Ida Bhatara Suara. Setelah acara siat sarang ini maka keesokan
harinya dilanjutkan dengan upacara potong babi, membuat sate, dan perlengkapan
upacara lainnya hampir sama dengan rangkaian upacara seperti hari raya Galungan.
Pada hari
usaba dilakukan persembahyangan di Pura Dalem, dilaksanakan mulai dari pagi
hari dengan membawa upakara biasa atau banten pepranian. Pada pagi harinya
dipersembahkan kepada Ida Bhatara Sakti di Pura Dalem sekalian memohon tirta
amertha yang akan dipakai melaksanakan upacara di masing-masing rumah:
Pura/Merajan Dadia dan lainnya.
Siang hari banten yang dibawa adalah
seedan (12 jenis banten di atas dulang) merupakan banten para leluhur
yang dipersembahkan kepada Bhatara Pura Dalem. Bagi masyarakat yang mempunyai
sesangi/sosot (kaul). Kaul ini ada yang berupa bebanten-bebanten soroan dan
yang paling terkenal adalah kaul yang dihaturkan oleh masyarakat berupa
kumpulan jajan uli yang dijadikan satu menjadi jajan uli yang cukup besar yang
disebut dengan buntilan diusung oleh beberapa orang menuju Pura Dalem diiringi
gong baleganjur.
Buntilan ini dibuat dari bambu dan
anyaman menyerupai keranjang setinggi sesuai isi kaul dihias, dan di tengah
keranjang itulah dimasukkan jajan uli sesuai dengan jumlah kaul/sesangi
misalnya timbungan 25 (25 catu), timbungan 50 (50 catu) dan seterusnya. Upakara
ini dipersembahkan kepada Ida Bhetara Dalem atas permohonan dan janji yang
diucapkan, permohonan intinya adalah memohon kesembuhan, keselamatan dan
kesehatan.
Waktu terus berjalan sampai menjelang sore hingga malam hari
maka upacara bebanten yang dihaturkan terakhir pada rangkaian upacara usaba
dodol adalah dengan menghaturkan Banten Sokan.
Isi dari Sokan sesuai dengan
tandingan banten biasa beragam kue: jajan uli, satuh tempani, krupuk, buah dan
sebagainya, dan semua bahan-bahan itu berjumlah ganjil bilangan 3, 5, 7 atau 9.
Sokannya tidak tertutup dan dihiasi berupa pelawa seperti daun cemara, pidpid,
janur, daun pisang, bunga kasna dan yang lainnya, dan di atasnya ditutup dengan
sampian besar. Banten ini ditujukan kepada Ida Bhatara Sakti Gunung Agung.
Sambil berlari membawa pulang yang membawa banten tersebut berteriak-teriak
dengan mengucapkan: oborin-oborin, papagin-papagin. Setelah sampai di
depan pintu gerbang rumah disambut dengan upacara segehan, dan barulah boleh
dibawa masuk ke rumah.
Selengkapnya Ada di Video
Suksma penjelasan tentang Usaba Dodol/Usaba di Mel.
BalasHapusakan sangat bermanfaat bila dimuat juga sejarah kenapa ada atau kenapa dilakukan nya Usaba di Mel ini atau alasan apa yg menyebabkan diadakan nya Usaba di Mel ini?
semoga rangkaian Usaba di Mel ini dilakukan turun temurun hingga lestari adanya.